https://tegal.times.co.id/
Berita

Tempe Ireng, Mutiara Warisan Tiga Generasi

Minggu, 02 November 2025 - 19:05
Tempe Ireng, Mutiara Warisan Tiga Generasi yang Berkilau dari Bojong Tegal Tuloh (53) saat memproduksi Tempe Ireng di Kediamannya Desa Bojong Kabupaten Tegal. (FOTO: Cahyo Nugroho/TIMES Indonesia)

TIMES TEGAL, TEGAL – Di balik aroma kedelai yang menguar dari dapur tua dan sederhana dari Desa Bojong Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal, tersimpan kisah panjang tentang ketekunan, warisan, dan cinta pada tradisi. 

Tempe Ireng atau disebut dalam bahasa Indonesia Tempe Hitam, sebuah Mutiara kuliner legendaris dari Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal dan tempe hitam bukan sekadar makanan, melainkan simbol perjalanan tiga generasi keluarga yang enggan tunduk pada zaman.

Sore itu, Minggu (1/11/2025) sinar matahari masih terang menerangi bumi, Tuloh (53) menyapa kami di beranda rumahnya. Lelaki berperawakan besar itu tersenyum ramah, tangannya masih berbau khas ragi dan daun pisang. Di balik tubuh kekarnya, tersimpan kelembutan seorang penjaga tradisi.

Tempe-Ireng.jpg

“Kami ini sudah tiga generasi, Mas. Mulai dari Mbah Daryan, terus Mak Sumi dan kami keluarga Maslah yang meneruskan,” ujarnya santai sambil menatap tungku yang masih mengepul di sudut dapur.

Tempe Ireng bukan tempe sembarangan. Warnanya hitam legam, namun justru di situlah keunikannya. Warna hitam ini bukan hasil pewarna buatan, melainkan hasil fermentasi alami dengan ragi khusus yang sudah digunakan turun-temurun.

Prosesnya pun tak bisa terburu-buru. Ada kesabaran dan ketulusan yang menyatu di setiap langkahnya. "Warna hitam bukan kami buat-buat tetapi ini melalui proses panjang dari leluhur," terang Tuloh.

“Ragi dan daun pisang klutuk itu kunci utamanya. Kalau ganti bahan, rasanya beda. Daun pisang itu yang kasih aroma khas, bikin tempenya wangi dan legit,” tutur Tuloh, sembari memperlihatkan lipatan daun yang siap membungkus kedelai fermentasi.

Ketika tempe itu matang, aroma khasnya menyeruak, mengundang siapa pun yang melintas di depan rumah. Teksturnya lembut, rasanya gurih dengan sensasi fermentasi yang dalam seolah membawa kita pada masa lalu, ke dapur nenek di kampung yang penuh cerita dan kasih sayang.

Namun perjalanan menjaga warisan ini tak selalu mudah. Di tengah gempuran produk pabrikan yang serba instan, Tempe Ireng Mutiara tetap setia dengan cara lama.

Tidak ada mesin modern, tidak ada bahan kimia. Hanya tangan-tangan sabar dan resep yang tak pernah berubah sejak masa Mbah Daryan.

“Kalau cuma cari uang, mungkin sudah berhenti dari dulu. Tapi ini bukan sekadar usaha. Ini amanah keluarga, warisan yang harus dijaga,” kata Tuloh lirih. 

Lebih lanjut, Tuloh menjelaskan bahwa Ia tidak membuka cabang kemana-kemana dan hanya dilokasi rumahnya saja sehingga wajar bila mencari produksi tempe ireng selain di wilayah Bojong dipastikan akan sulit.

"Saya tidak membuka cabang di wilayah lain jadi kalau mau beli yang datang saja ke tempat kami termasuk penjualan, kami baru mampu sekitarnya saja di Kecamatan Bojong," tuturnya lembut.

Kini, nama Tempe Ireng (Hitam) tersebut telah menjadi kebanggaan warga Bojong. Banyak pembeli datang dari luar daerah sekadar ingin merasakan sensasi tempe hitam legendaris itu.

Ada yang datang dari Slawi, Brebes, bahkan hingga Pemalang dan luar kota lain. Mereka tak sekadar membeli, tapi seperti berziarah rasa pada warisan nenek moyang.

“Selama masih ada yang mau makan tempe tradisional, saya akan terus bikin. Karena tempe ini bukan sekadar makanan, tapi sejarah,” ujar Tuloh menutup perbincangan, matanya menerawang jauh seolah melihat wajah leluhur tersenyum dari balik asap dapur.

Dan di sanalah, di Desa Bojong tegal yang sederhana, Tempe Ireng (Hitam) terus menghitam dalam kemuliaan hitam yang bukan tanda gelap, tapi kilau ketulusan dan cinta yang diwariskan lintas generasi. (*)

Pewarta : Cahyo Nugroho
Editor : Deasy Mayasari
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Tegal just now

Welcome to TIMES Tegal

TIMES Tegal is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.