TIMES TEGAL, TEGAL – Haul di Desa Batuagung bertepatan dengan masuknya Tahun Baru Islam atau Muharam menjadi momen spesial, pasalnya merupakan haul pertama kali sejak dipimpin oleh Bambang Purwanto sosok Kepala Desa Batuagung.
Haul pertama ini menjadi menarik selain disajikan 40 tumpeng serta 1 tumpeng berukuran besar juga untuk mempererat tali silahturahim warga desa dan menjaga kearifan lokal di Desa Batuagung tempat bermukimnya Mbah Patra Jaya punggawa kraton.
Sekilas sejarah, Mbah Patra Jaya ini dikenal atau Wangsa Manggala merupakan pendiri dan Punden atau orang dipercaya warga masyarakat Desa Batuagung Kecamatan Balapulang Kabupaten Tegal.
Perjalanan sejarah Patra Jaya atau Wangsa Manggala kental dengan sebutan "Mbah" oleh warga masyarakat hingga kini menjadi panutan bagi warga masyarakat di Desa Batuagung kecamatan Balapulang Tegal.
Singkat cerita konon disebutkan dalam cerita masyarakat Mbah Patra Jaya pernah bersengketa dengan Adipati penguasa dari Desa Cenggini salah satu desa lokasinya berhimpitan dengan Desa Batuagung dan masih satu wilayah kecamatan.
Bahkan dari persengketaan ini berdampak dengan berkembang mitos bahwa warga Desa Batuagung dilarang untuk menjalin cinta kasih atau menikah dengan warga Desa Cenggini yang merupakan tetangga desa.
Konon hal tersebut lantaran persengketaan dengan mengadu kekuatan ilmu kanuragan antara Mbah Patra dengan Adipati Cenggini sehingga muncul satu balong yakni kolam mata air dihuni ratusan ikan yang mitosnya sebagai penjaga kolam mata air Desa Cenggini.
Sementara menurut penggiat situs budaya Kabupaten Tegal Slamet Haryanto ( Slamet Gelang) saat dikonfirmasi terkait sejarah Mbah Patra Jaya pada Selasa 9 Juli 2024 menyampaikan bahwa Mbah Patra Jaya merupakan pengikut dari Ki Gede Sebayu pendiri Kabupaten Tegal.
Dijelaskan Mbah Patra Jaya pengikut Ki Gede Sebayu dari Kasultanan Pajang dan kala perjalanan mengikuti Ki Gede Sebayu, Ia memilih tidak kembali lagi ke Kasultanan Pajang dan memilih tinggal di wilayah Desa Batuagung hingga akhir hayat.
"Jadi hingga saat ini di makam Patra Jaya selain ditandai tumbuhnya pohon Bulu (Gembulu) jenis tanaman dengan nama Beringin Pencekik dan pula Batu berukuran besar kerap di sebut sebagai Watu Ireng atau Batu Agung di sekitar area makam," ujarnya.
Lebih lanjut, Slamet Gelang menjelaskan bahwa Mbah Patra Jaya kala itu sebagai punggawa kraton sebagai tungganganya memiliki Jaran Dawuk Ruyung (Kuda berpoleng).
Untuk menghormatinya warga masyarakat memilih tidak memilihara kuda berpoleng ( Jaran Dawuk Ruyung) maupun jenis kuda lainnya guna menjaga kehormatan serta kewibawaan Mbah Patra Jaya.
Kepada awak media di sela kegiatan Haul Muharam 2024, Kepala Desa Batuagung Bambang Purwanto menyampaikan bahwa kegiatan bersama masyarakat merupakan yang pertama kali dan akan diagendakan sebagai kegiatan rutin tiap Muharam.
"Haul ini pertama kali diadakan dan meski sederhana saya mengapresiasi, sebab ratusan warga tumplek blek mengikuti giat Haul di area makam Mbah Patra termasuk relawan budaya," terang Kades Bambang Purwanto.
Sisi lain, Ustad Saefudin menegaskan bila pelaksanaan Haul di bulan Muharam dan Tasyakuran serta doa bersama di area makam diakui baru pertama kali bertepatan memasuki bulan Muharam memiliki makna pererat tali silahturahim.
"Jadi masyarakat desa membuat tumpeng termasuk tumpeng raksasa sebagai wujud rasa syukur di bulan Muharam serta juga menjadi keberkahan warga" jelasnya.
Lebih lanjut, Ia juga menerangkan untuk menyambut Muharam tidak saja kirab Tumpeng Raksasa tetapi juga digelar giat hotmil Quran, pengajian serta tausiah dari Kyai atau tokoh ulama.
Haul menyambut datangnya 1 Muharam di Desa Batuagung Balapulang dipersiapkan sejak pagi hingga malam mulai Minggu 7 Juli 2024 hingga malam 8 Juli 2024 dan dihadiri Plt Camat, jajaran Polsek, Koramil serta ratusan warga Desa Batuagung Balapulang Kabupaten Tegal. (*)
Pewarta | : Cahyo Nugroho |
Editor | : Irfan Anshori |