Kopi TIMES

Medsos dan Budaya Ketimuran di Indonesia

Selasa, 02 Maret 2021 - 21:29
Medsos dan Budaya Ketimuran di Indonesia Mohammad Khairi, Ketua Gajah Mada Foundation.

TIMES TEGAL, PROBOLINGGO – Benarkah bahwa kita dalam bermedsos paling tidak sopan di Asia Tenggara? Hasil analisa oleh Digital Civility Index (DCI) yang menyimpulkan bahwa netizen di Indonesia terburuk di Asia Tenggara sebetulnya tidak bisa kita terima dikarenakan kita memiliki adat budaya yang selama ini sangatlah kokoh. Dihantam oleh adat dan budaya dari mana saja dalam kehidupan nyata sehari hari kita tetap yang teramah bahkan sejagat raya.

Berbeda dengan kehidupan dunia maya, kita sebagai bangsa akhir-akhir ini seringkali harus berfikir kenapa selalu terjadi kegaduhan, percekcokan dan pertengkaran, bahkan tak sedikit berujung adu fisik dan berakhir di kepolisian, seperti yang terjadi baru baru ini, nyawa melayang sia sia hanya karena perdebatan tak bermutu.

Penulis mencoba mengintip persoalan demi persoalan yang terjadi di media sosial, meskipun ini bukan kesimpulan, namun mendekati kenyataan. Politik menjadi penyebab terbesar hingga terjadi saling serang antar fans. Sebut saja Kampret vs Cebong dan turunannya Kadrun-Cebong hasil perkawinan para Buzzer. Mungkin bagi para pelaku ada manfaat yang bisa didapat, tapi masa sih harus berperilaku yang jauh bertentangan dengan adat budaya Indonesia. 

Melihat realita sepertinya benar adanya analisa yang dipublish, tiap hari lalu lintas di dunia maya dipenuhi sumpah serapah, saling ejek dan saling fitnah. Dimana adat budaya ketimuran kita yang dikenal di seluruh penjuru bahwa bangsa kita adalah bangsa yang ramah, dan kita memiliki pondasi yang tertancap kuat yakni Pancasila.

Medsos mengubah segalanya dan menghancurkannya. Dengan apa harus kita kembalikan tata krama di tengah kehidupan kita. Sementara banyak elemen bangsa ini justru ikut terjerumus dalam keributan di medsos.

Aksi saling lapor itu dilakukan oleh banyak tokoh yang mestinya dapat memberikan edukasi nilai dan norma terhadap bangsanya, bukan gagah gagahan di depan penegak hukum. Sementara leluhur kita mengajarkan betapa kesopanan menjadi pilar paling kuat menjalin dan menjaga persatuan.

Penulis belum bisa menggambarkan kapan situasi ini akan berakhir, atau sebaliknya akan semakin menjadi jadi. Kita masih membutuhkan benteng hukum yang bisa membendung amukan netizen.

Revisi UU ITE harus betul betul dikaji. Jangan sampai Undang Undang tersebut memberi ruang bebas yang kebablas kepada para pengguna media sosial. Seperti yang terjadi selama ini hingga menyandang rekor terburuk se Asia Tenggara. Tapi apapun itu kita tak dapat mengelak dan tak perlu menolak hasil surve tersebut, hendaknya ini menjadikan kita lebih bijak dan intropeksi diri untuk merubah kebiasaan buruk ini.

Tunjukkan pada seluruh dunia bahwa kita adalah nitizen yang memiliki adat budaya ketimuran, ramah saat berinteraksi, sopan kala berkomunikasi. 

***

*)Oleh: Mohammad Khairi, Ketua Gajah Mada Foundation.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta :
Editor : Faizal R Arief
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Tegal just now

Welcome to TIMES Tegal

TIMES Tegal is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.