TIMES TEGAL, BANDUNG – Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Jawa Barat (OJK Jabar) mencatat kinerja industri jasa keuangan (IJK) di wilayahnya masih tumbuh positif hingga Juni 2025, meskipun laju pertumbuhannya mengalami perlambatan.
Sektor perbankan, pasar modal, hingga pembiayaan tetap menunjukkan fundamental yang relatif stabil, dengan risiko yang masih terkelola.
Kepala OJK Jabar, Darwisman, menyampaikan bahwa sektor perbankan menjadi pilar utama yang menopang pertumbuhan, dengan kenaikan aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit masing-masing sebesar 2,45 persen, 3,63 persen, dan 3,64 persen secara tahunan (year-on-year/YoY).
“Meski pertumbuhan melambat, fungsi intermediasi tetap berjalan baik, tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) yang mencapai 91,89 persen,” ujarnya, Rabu (13/08/2025).
Rasio kredit bermasalah (Net Performing Loan/NPL) gross perbankan di Jawa Barat berada di level 4,28 persen, masih dalam ambang batas yang dapat ditoleransi.
Namun, Darwisman mengakui ada tekanan pada sejumlah sektor, khususnya perdagangan besar dan eceran yang turun 4,70 persen dengan NPL 6,17 persen, serta konstruksi yang anjlok 13,58 persen dengan NPL 7,24 persen.
Darwisman menuturkan bahwa hingga Juni 2025, penyaluran kredit perbankan di Jawa Barat mencapai Rp628 triliun atau tumbuh 3,63 persen YoY. Angka ini menempatkan Jawa Barat sebagai provinsi dengan penyaluran kredit terbesar kedua setelah DKI Jakarta, dengan pangsa pasar 7,79 persen dari total nasional.
Kredit terbesar tersalur untuk sektor kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit pemilikan bangunan (KPB) senilai Rp181,38 triliun (tumbuh 5,58 persen YoY), disusul sektor non-rumah tangga sebesar Rp126,74 triliun (tumbuh 11,62 persen YoY).
Ia menjelaskan bahwa beberapa sektor menunjukkan perbaikan signifikan, di antaranya real estate yang tumbuh 20,17 persen dengan NPL rendah 2,33 persen, dan kredit rumah tangga yang tumbuh 11,62 persen dengan NPL hanya 1,85 persen.
Dari sisi wilayah, Kota Bandung mendominasi penempatan DPK (34,96 persen) dan kredit (31,59 persen), disusul Kota Bekasi, Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Karawang.
Kinerja Bank Umum dan BPR/BPRS
“Bank umum yang berkantor pusat di Jawa Barat mencatat penurunan aset menjadi Rp194 triliun atau turun 3,09 persen YoY. DPK juga turun 3,70 persen menjadi Rp139 triliun. sementara penyaluran kredit turun 1,99 persen menjadi Rp127 triliun.
Laba bank umum turun tajam 36,73 persen akibat kenaikan pencadangan seiring memburuknya rasio NPL dari 1,67 persen menjadi 2,71 persen,” ungkap Kepala OJK Jabar.
Sementara itu, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BPR Syariah (BPRS) justru membukukan pertumbuhan positif. Total aset naik 3,33 persen menjadi Rp32,64 triliun, DPK naik 4,66 persen menjadi Rp22,55 triliun, dan kredit naik 3,87 persen menjadi Rp24,09 triliun.
"Meski rasio NPL gross meningkat dari 11,76 persen menjadi 13,27 persen, laba melonjak signifikan hingga 247,59 persen menjadi Rp170 miliar,”jelasnya.
Untuk BPR/BPRS milik pemerintah daerah, total aset tumbuh 2,46 persen menjadi Rp6,97 triliun, kredit naik 4,71 persen menjadi Rp5,81 triliun, namun NPL gross meningkat menjadi 16,41 persen. Laba berbalik positif menjadi Rp80 miliar, dibandingkan rugi Rp30 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Kepala OJK menerangkan bahwa Jawa Barat menjadi provinsi penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR) terbesar ketiga nasional, dengan penyaluran Rp13,74 triliun atau 10,58 persen dari total nasional pada semester I 2025. Sebanyak 40.753 pelaku usaha memanfaatkan KUR pada Juni 2025, dengan porsi terbesar untuk sektor mikro (63,59 persen).
Ia juga menerangkan bahwa di sisi pembiayaan non-bank, perusahaan pembiayaan mencatat pertumbuhan 1,58 persen menjadi Rp78,95 triliun, modal ventura naik 2,5 persen menjadi Rp3,19 triliun, dan fintech lending melonjak 22,95 persen menjadi Rp20,25 triliun dengan tingkat wanprestasi 3,72 persen.
Partisipasi masyarakat Jawa Barat di pasar modal meningkat pesat. Jumlah Single Investor Identification (SID) naik 8,52 persen menjadi 3,07 juta, dengan porsi terbesar pada reksa dana (26,31 persen), saham (24,51 persen), dan surat berharga negara (17,57 persen). Nilai transaksi saham di Jawa Barat melonjak 92,98 persen menjadi Rp30,10 triliun.
Sementara itu, aset dana pensiun di Jawa Barat turun tipis 0,82 persen menjadi Rp25,31 triliun.
Literasi dan Inklusi Keuangan
Menurut Kepala OJK Jawa Barat, mereka gencar mendorong literasi dan inklusi keuangan dengan menggelar 1.433 kegiatan edukasi sepanjang semester I 2025 di 27 kota/kabupaten, menjangkau 173.492 peserta.
Program tematik yang dijalankan mencakup Bulan Literasi Keuangan, mobil literasi SiMOLEK, edukasi asuransi mikro jiwa, hingga kampanye Kampung Bersih Rentenir (KBR).
OJK juga aktif melindungi konsumen melalui Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI). Hingga Juni 2025, Satgas menerima 1.253 laporan aktivitas ilegal, mayoritas terkait pinjaman online (1.044 laporan) dan investasi ilegal (209 laporan).
Ia memaparkan bahwa kinerja positif IJK Jawa Barat di tengah perlambatan pertumbuhan menunjukkan daya tahan sektor keuangan terhadap tantangan ekonomi. Namun, OJK mengingatkan perlunya kewaspadaan terhadap kenaikan risiko kredit di sektor tertentu dan pertumbuhan NPL pada BPR/BPRS.
Darwisman menekankan bahwa kolaborasi seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat, sangat penting untuk menjaga momentum pertumbuhan.
“Pertumbuhan harus dibarengi dengan manajemen risiko yang disiplin, literasi keuangan yang luas, dan penegakan hukum terhadap aktivitas ilegal,” tutupnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: OJK Jabar Catat Kinerja Industri Jasa Keuangan Tetap Positif Meski Pertumbuhan Melambat
Pewarta | : Djarot Mediandoko |
Editor | : Ronny Wicaksono |